Kamis, 11 Desember 2014

Aku Bersyukur Jadi Katolik

BERNARDUS - Kebetulan,saya dan seorang teman mendapat bagian bergaul dengan anak - anak jalanan yang biasa mangkal di simpang empat Ksatrian. Disana ada sekitar 8 anak yang mencari nafkah dengan mengamen. Usia mereka antara 6 - 12 tahun.

Seorang diantara anak jalanan itu bernama Roni,usianya 11 tahun. Yang menarik,Roni sangat jarang berkumpul dan bergurau dengan teman - temannya. Setelah mendatangi mobil,menyanyikan sebuah lagu dan menerima uang dari si pengendara, dia langsung menepi ke tempat tersendiri,terpisah dengan anak - anak lainnya. Teman - temannya pun terkesan cuek dengan dia. Mereka jarang mengajak Roni bermain atau sekedar ngobrol,sembari menunggu pengguna jalan yang berhenti saat lampu merah. Roni seolah terasing diantara kelompok anak jalanan itu.

Padahal,sebenarnya dia termasuk enak diajak ngomong. Meskipun sedikit pendiam,tapi dia bisa mengimbangi obrolan. Beberapa kali saya dan dia terlibat gurauan hingga tertawa terbahak - bahak.

Karena penasaran,saya berusaha mencari jawaban,mengapa anak - anak yang lain terkesan 'mengasingkan' Roni. Dan jawaban itu saya peroleh dari salah satu anak yang kerap disapa Sinchan yang masih duduk di bangku kelas 3 sebuah madrasah setingkat SD. "Dia itu orang KRISTEN mas. Sama guru,kami tidak boleh dekat - dekat sama orang KRISTEN," katanya menjawab pertanyaan saya.

Saya tertegun. Jawaban polos dari seorang anak itu membuat saya tersentak. Hanya gara - gara Roni 'berlabel' KRISTEN,dia menjadi terasing. Nasib Roni itu bisa saja terjadi pada diri saya,jika anak - anak jalanan itu juga mengetahui identitas saya sebagai seorang pengikut YESUS. Saya hanya sedikit lebih beruntung dari Roni,karena anak - anak itu belum tahu siapa saya dan mereka fine-fine saya berkontak dengan saya. Tapi,bagaimana kalau mereka tahu ternyata saya juga orang KRISTEN ????

Namun diantara perasaan saya itu,terselip rasa heran sekaligus jengkel pada 'guru' yang telah merusak pemikiran anak - anak itu. Tidak bisakah 'guru' itu justru memberikan pesan menyejukkan bagi anak - anak,bahwa hakekatnya semua manusia itu sama ? sama - sama ciptaan dan citra ALLAH. Tidak mampukah 'guru' itu membentuk kepribadian muridnya agar mencintai perbedaan dan menganggap perbedaan adalah sebuah keniscayaan ? Tidak bisakah ' guru' itu memupus benih - benih kebencian dan permusuhan antar manusia yang seringkali tumbuh akibat kepicikan berpikir dan fanatisme sempit ?

Ditengah - tengah gejolak perasaan itu,saya teringat sabda YESUS di atas salib. "Ya Bapa,ampunilah mereka,karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat". Sabda itu mampu meredam kejengkelan dan kemarahan saya. Bahkan kemudian saya bisa bersyukur,karena GURU saya tidak mengajarkan hal itu. DIA justru mengajarkan cinta kasih universal,tidak hanya kepada kawan,tapi juga pada lawan.

Dengan setengah berbisik,saya pun bertanya pada Sinchan. "Apa pernah Roni nakal sama kamu ?". Diapun menggeleng. "Jadi,Roni itu juga teman kamu. Kamu boleh bergaul dengan dia," saya melanjutkan perkataan saya. Sinchan pun tersenyum. Bersamaan dengan senyuman Sinchan,sayapun tersenyum. Senyum syukur,karena saya diberi karunia menjadi KATOLIK,menjadi orang yang terbuka pada perbedaan dan menghargai kemanusiaan diatas apapun status dan latar belakangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar